Rabu, 19 Januari 2011

Meneladani - Khalid Bin Walid - sang panglima idaman - Oleh Setiawan Nugroho

Hidup ini ibarat menyusuri jalan setapak yang penuh liku. Kadang menurun kadang menanjak tak jarang pula melewati jalan berkelok penuh liku dan onak duri yang siap menghadang. Semua harus kita jalani dan kita lewati dalam keadaan suka maupun duka . Ketika kita melewati jalan menanjak dan sudah berada di puncak bukit perjalanan , lega rasanya telah berhasil menaklukkan halangan dan rintangan meski harus dengan susah payah untuk menggapainya. Dan ketika sedang berada di puncak bukit perjalanan tersebut seakan pucuk pohon yang tinggi sekalipun kini berada di bawah telapak kaki kita . Semua sepertinya serba kecil dan sepertinya tidak artinya di bandingkan kita .
Itulah puncak popularitas…… .puncak kepopuleran.

Dan apa jadinya jika tiba tiba di tengah puncak popularitas itu kita harus melepaskannya?

Sepenggal kisah yang mungkin patut kita contoh . Tersebutlah… seorang panglima perang yang sangat di segani dan sekaligus di kagumi baik oleh lawan maupun kawan, dialah seorang jenderal … dialah sang panglima perang yang sangat terkenal di kalangan kaum muslimin ……dialah Khalid bin Walid .

Sang panglima perang yang sangat tangguh dan brilian di kalangan kaum muslimin waktu itu . Peperangan demi peperangan yang di pimpinnya berhasil dia raih dengan gilang gemilang. Maka tak heran sang panglima perang tersebut menjadi buah bibir dan sangat terkenal ke seantero negeri , kemanapun dia pergi selalu banyak yang mengiringinya dan selalu di elu elukan di setiap tempat yang dia singgahi .

Begitulah…… Hingga suatu hari ketika sedang memimpin perang, datanglah seorang utusan dari Khalifah Umar ibnu khattab yang membawa surat untuk sang panglima perang. Surat yang di bawa oleh sang utusan Khalifah itu ternyata berisi tentang pemecatan dirinya sebagai panglima perang. Bisa di bayangkan ditengah kecamuk perang yang sedang berlangsung, ternyata sang panglima perang, Khalid bin Walid harus mundur sebagai komandan perang dan meletakkan jabatannya saat itu juga dan menyerahkannya kepada anak buahnya.
Sebagai seorang manusia biasa , maka Khalid bin Walid pun bertanya tanya apa gerangan yang terjadi?
Kesalahan apa yang sudah diperbuatnya sehingga khalifah memecat dirinya . Maka dengan segala rasa penasaran yang berkecamuk di dasar hati , keesokan harinya Khalid bin walid datang menghadap kholifah. “ya amirul mu’ minin… .saya telah menerima surat pemecatan dari mu, benarkah engkau memecat diriku?”
maka kholifah umar pun menjawab “benar ! . . .. Wahai kholid . "
“kalau engkau memecat diriku …. baiklah karena itu adalah hakmu sebagai kholifah , tapi kalau boleh tahu , apakah kesalahan yang telah aku perbuat sehingga engkau memecatku ?”
maka umar pun menjawab “ engkau tidak punya salah apapun wahai kholid. ”
“tidak punya salah , tapi kenapa engkau memecatku?”
“begini wahai kholid , engkau tidak punya salah apapun tapi aku harus memecatmu! .
Dengarlah wahai kholid, sekarang ini tak ada yang bisa menandingi kehebatanmu di medan perang ya…. kholid,
engkau panglima yang baik, engkau adalah panglima terhebat yang kaum muslimin punyai , setiap peperangan yang engkau pimpin , selalu berhasil engkau menangkan dan semua prajurit sudah pasti taat dan tunduk patuh pada dirimu.

Bahkan masyarakatpun selalu mengelu elukanmu dimanapun engkau berada , semua selalu memujimu . Kutahu engkau sangat terkenal ke seluruh penjuru negeri , kudengar setiap hari orang orang selalu memujimu ,
tapi ingatlah wahai kholid………
satu hal , terlalu banyak orang yang memujimu dan mengidolakanmu tidak mustahil nanti akan ada rasa sombong dalam dirimu, engkau mungkin tahu bahwa kesombongan sekecil apapun nantinya akan menjerumuskanmu kedalam api neraka.
Bukankah Allah sangat tidak menyukai orang orang yang sombong meski sebesar debu sekalipun rasa sombong itu ada dalam hatimu. Maka untuk menyelamatkan dirimu dan untuk menjaga agar engkau tidak terjerumus ke dalam api neraka…. akhirnya dengan terpaksa saya harus memecat engkau wahai kholid . ”
Mendengar jawaban sang kholifah, kholid bin walid pun bangkit dan kemudian memeluk sang kholifah seraya berkata “Terima kasih wahai umar … . . engkau telah menyelamatkan diriku, engkau adalah saudaraku. ”
Indah sahabatku ……. sungguh indah…….
mungkin sangat susah kalau tidak mau di bilang mustahil atau tidak akan ada di zaman sekarang ini dua orang contoh panutan seorang pemimpin dan seorang anak buah yang saling mengasihi dan mengingatkan akan peran dan tanggung jawab masing masing .
Seorang jenderal , seorang panglima perang terbaik di zamannya yang sedang berada di puncak karir harus mundur di tengah jalan atas permintaan atasannya yaitu sang kholifah Umar bin khattab dan sang jenderalpun taat dan patuh menyerahkan jabatannya.
Lalu apakah ia kemudian marah dan kemudian mangkir dari perang setelah tidak menjabat lagi sebagai panglima?
Ternyata tidak , ia pun kembali ikut berperang sebagai prajurit biasa tanpa ada rasa malu atau sakit hati karena sesungguhnya ia berperang bukan karena Umar sang khalifah atau karena jabatan yang ia emban atau karena sesuatu yang ia inginkan ……. bukan ……bukan karena itu semua ….
Ia berperang semata mata karena Allah , ia berperang karena semata mata mengharap ridho Allah swt .
Begitu juga Umar sang khalifah. Ia memecat sang panglimanya bukan karena ia kalah popular di bandingkan kholid , juga bukan karena ia takut tersaingi oleh kholid yang merupakan bawahannya itu .
Bukan……sekali lagi bukan . Ia memecat kholid semata mata karena ia melihat ada ketidakberesan dan ada potensi yang akan membahayakan keimanan dan ketaqwaan bawahannya itu, yang kalau di biarkan akan mencelakan bawahannya itu serta lingkungan di sekitarnya.
Itulah potret pemimpin yang tegas dan awas akan potensi yang membahayakan anak buah dan lingkungan di sekelilingnya .
Demikianlah sahabat. Sepenggal kisah yang punya makna yang sangat dalam dan penuh hikmah dari seorang kholifah dan panglima perang yang menjadi bawahannya.
Di zaman sekarang ini, mungkin sangat susah atau bahkan sudah tidak ada lagi seorang pemimpin atau pejabat yang mempunyai sikap dan perilaku seperti kisah di atas .
Semoga saja kita bisa meneladani dan mengambil hikmah dari sepenggal kisah di atas , amin .